Menjaga Lisan sebagai Kunci Pintu Kebaikan

August 25, 2015 § Leave a comment

Bismillah.

Alferd Korzybski, peletak dasar teori general semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa, baik individual maupun sosial, timbul karena penggunaan bahasa yang tidak benar.

Akan tetapi jauh sebelum itu, Allah dan Rasul telah mengajarkan pentingnya berkata baik, dan menjauhi ucapan yang buruk dan yang berkonotasi jelek dalam hal apapun. Juga menyatakan bahwa kunci amal kebaikan dimulai dari mulai menjaga lisan. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, takutlah kalian kepada Allah dan katakanlah Perkataan yang benar, Niscaya Allah membaguskan bagi kalian amalan-amalan kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. (Al-Ahzab)

Yakni dengan berkata benar amal kita menjadi bagus dan dosa kita diampuni Allah.

عن مُعَاذِ بنِ جَبَلٍ قَالَ: «كُنْتُ مَعَ النبيّ صلى الله عليه وسلم في سَفَرٍ فَأَصْبَحْتُ يَوْماً قَرِيباً مِنْهُ وَنَحْنُ نَسِيرُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ الله أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُني الْجَنّةَ وَيُبَاعِدُنِي عنِ النّارِ, قَالَ: «لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ عَظِيمٍ وَإِنّهُ لَيَسِيرُ عَلَى مَنْ يَسّرَهُ الله عَلَيْهِ: تَعْبُدُ الله وَلاَ تُشْرِكْ بِهِ شَيْئَاً, وَتُقِيمُ الصّلاَةَ, وَتُؤْتِي الزّكَاةَ, وَتَصُومُ رَمَضَانَ, وَتَحُجّ الْبَيْتَ, ثُمّ قَالَ: أَلاَ أَدُلّكَ عَلَى أَبْوَابِ الخَيْرِ: الصّوْمُ جُنّةٌ, وَالصّدَقَةُ تُطْفِىءُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِىءُ المَاءُ النّارَ, وَصَلاَةُ الرّجُلِ مِنْ جَوفِ الّليْلِ, قَالَ: ثُمّ تَلاَ {تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ المَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبّهُمْ} حَتّى بَلَغَ {يَعْمَلُونَ} ثُمّ قَالَ: أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ كُلّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ: قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ الله قَالَ: رَأْسُ الأَمْرِ الاْسْلاَمُ, وَعُمودُهُ الصّلاَةُ, وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ. ثمّ قَالَ: أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمِلاَكِ ذَلِكَ كُلّهِ, قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ الله, قَالَ: فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ, قَالَ: كُفّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ: يَا نَبِيّ الله وَإِنّا لَمُؤَاخَذُونَ بمَا نَتَكَلّمُ بِهِ؟ فَقَالَ: ثَكِلَتْكَ أمّك يَا مُعَاذُ, وَهَلْ يَكُبّ النّاسَ في النّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ, أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ, إِلاَ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ». قال أبو عِيسَى: هَذا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ.

Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, “Dalam suatu perjalanan, pernah aku bersama Rasululah Shalallahu alaihi wassalam. Pada suatu hari saat sedang berjalan-jalan, aku mendekat kepadanya, lalu berkata, Wahai Rasulullah, informasikan kepadaku akan suatu amalan yang dapat menyebabkan aku masuk surga dan jauh dari neraka.” Beliau menjawab,

“Engkau telah mehnanyakan suatu perkara yang amat besar namun sebenarnya ringan bagi orang yang dimudahkan oleh Allah; hendaklah kamu menyembah Allah dan tidak berbuat syirik terhadap-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadlan dan melakukan haji.”

Kemudian beliau bersabda lagi, “Maukah kamu aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan; puasa merupakan penjaga (pelindung) dari api neraka, sedekah dapat memadamkan kesalahan (dosa kecil) sebagaimana air dapat memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah malam seraya membaca ayat ‘Tatajaafa Junuubuhum ‘Anil Madlaaji’i yad’uuna rabbahum…. [hingga firman-Nya]… Ya’maluun.’ (as-Sajdah:16)

Kemudian beliau juga mengatakan, “Dan maukah kamu aku tunjukkan kepala (pangkal) semua perkara, tiang dan puncaknya.?” Aku menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.!” Beliau bersabda, “Kepala (Pangkal) dari semua perkara itu adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Maukah kamu aku tunjukkan pilar dari semua hal itu.?” Aku menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.!” Lalu beliau memegang lisan (lidah) nya seraya berkata, “Jagalah ini olehmu.”

 Lantas aku bertanya, “Wahai Nabiyyullah, apakah kami akan disiksa atas apa yang kami bicarakan.?” Beliau bersabda, “Celakalah engkau wahai Mu’adz! Tidakkah wajah dan leher manusia dijerembabkan ke dalam api neraka kecuali akibat apa yang diucapkan lidah-lidah mereka.?” (HR.at-Turmduzy, dia berkata, “Hadits Hasan Shahih”)

Perhatikan bagaimana masuk surga dengan sholat, zakat, puasa, shalat malam, jihad fisabilillah pilarnya ada pada menjaga lisan.

Ibnu Rajab Al-Hambali berkata: Sabda Nabi “Maukah kamu aku tunjukkan pilar dari semua hal itu.?” Aku menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.!” Lalu beliau memegang lisan (lidah) nya… dst”, menunjukkan bahwa mengekang lisan, meluruskannya, serta menahannya adalah pangkal semua kebaikan, dan barang siapa menguasasi lisannya maka ia telah menguasai urusannya, mengukuhkan dan meluruskannya.[1]

Rasul Saw juga bersabda:

«إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا».

“Sesungguhnya kejujuran akan mengarahkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan mengarahkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan mengarahkan kepada kelaliman, dan kelaliman itu akan mengarahkan ke neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong.” (Muttafaq Alaih)

Yakni jujur dalam ucapan mengantar pada “Al-Birr (kebaikan)” sedang kebaikan adalah Takwa seperti disebut dalam firman Allah:

وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى

Akan tetapi kebaikan adalah orang yang bertakwa. (Al-Baqarah)

Sedang takwa adalah jalan menuju surga dan selamat dari lahapan api neraka

Allah berfirman mensifati penduduk surga:

وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ

Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji. (Al-Hajj)

Lihat bagaimana Allah memulai hidayah kepada ucapan yang baik sebelum hidayah untuk mentiti jalan yang terpuji.

Imam Qurtubi menukilkan sebagian pendapat Ahli Tafsir: “Ini di Dunia, mereka diberi hidayah untuk membaca Syahadat dan membaca Quran”, (Dan diberi petunjuk meniti jalan yang terpuji) yakni jalan Allah, sedang jalan Allah adalah agama Islam.[2]

Menjaga lisan mencakup dua perkara: Berkata baik dan diam terhadap selainnya. Dalam hal ini Allah berfirman:

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (An-Nisa)

Dari Ummu Habibah ia berkata:

فعن أم حبيبة قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “كلام ابن آدم كله عليه لا له إلا ذكر الله عز وجل أو أمر بمعروف أو نهي عن منكر” فقال سفيان: أو ما سمعت الله في كتابه يقول: ﴿لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ﴾ فهو هذا بعينه أو ما سمعت الله يقول: ﴿يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا﴾ فهو هذا بعينه. أو ما سمعت الله يقول في كتابه: ﴿وَالْعَصْرِ ۞ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۞ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴾ فهو هذا بعينه.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

 “Setiap perkataan anak Adam atasnya (dicatat sebagai keburukan) dan bukan untuknya (dicatat sebagai kebaikan), kecuali amar ma’ruf dan nahi munkar serta dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla”.

Suatu kaum merasa heran atas hadits tersebut di sisi Sufyaan Ats-Tsauriy, kemudian Sufyaan berkata kepada mereka :

“Kalian merasa heran dengan hadits ini ? Bukankah Allah ta’ala telah berfirman : ‘Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia’ (QS. An-Nisaa’ : 114). Dan bukankah Allahta’ala juga berfirman : ‘Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar’ (QS. An-Naba’ : 38)”. (HR. Tirmidzi)

Berkata Imam Al-Qusyairy: Diam adalah selamat, dan inilah yang asal, dan berdiam pada waktunya adalah sifatnya para pria seperti halnya berbicara pada tempatnya adalah semulia-mulia perbuatan. Aku mendengar Abu Ali Ad-Daqqaq berkata; “Barang siapa diam dari berkata kebenaran maka ia adalah Syaithon bisu”.

berkata ‘Amr bin Qais Al-Malaaiy :

مرَّ رجلٌ بلقمان والناسُ عندَه ، فقال له : ألستَ عبدَ بني فلان ؟ قال : بلى ، قال : الذي كنت ترعى عندَ جبلِ كذا وكذا ؟ قال : بلى ، قال : فما بلغ بك ما أرى ؟ قالَ : صِدْقُ الحديثِ وطولُ السُّكوت عما لا يعنيني

“Seorang laki-laki melewati Luqmaan yang ketika itu orang-orang sedang bersamanya. Kemudian Luqmaan berkata kepada orang tersebut : ‘Bukankah engkau budak si Fulan ?’. Orang tersebut menjawab : ‘Benar’. Luqmaan berkata : ‘Engkau menggembala di gunung ini dan itu ?’. Ia menjawab : ‘Benar’. Luqman berkata : ‘Apa yang menyebabkan engkau menjadi orang seperti yang aku lihat ?’. Ia menjawab : ‘Berkata dengan benar dan banyak diam terhadap apa saja yang tidak bermanfaat bagiku”.

Berkata baik mencakup ucapan yang benar, dan termasuk kategorinya adalah ucapan Syahadat, membaca Al-Quran, berdzikir, membaca Shalawat, berdakwah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, mendamaikan dua orang yang berselisih, menggunakan kata-kata yang baik. Sedang termasuk ucapan jelek adalah ucapan bohong, dimana kebohongan paling besar adalah menyatakan adanya sesembahan selain Allah, mengadu domba, memfitnah, mengumpat, juga berghibah walaupun benar, juga ucapan kotor dan punya makna yang jelek.

Karena itu Rasulullah menyukai nama-nama yang bagus, entah nama manusia atau nama lainnya.

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ ، وَيُعْجِبُنِى الْفَأْلُ الصَّالِحُ ، الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ»

Artinya: “Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada ‘Adwa, thiyarah dan aku kagum dengan Al Fa’lu Ash Shalih, yaitu perkataan baik.” (HR. Bukhari).

Diriwayatkan bahwa Nabi merubah nama Harb (perang) menjadi Silm (damai), Hazn (sedih) menjadi Sahl (mudah). Ketika Nabi menyuruh sahabat untuk memerah susu kambing, Nabi menanyai dulu nama sahabat yang hendak mengerjakan perintah itu. Nabi berkata: Siapa kamu? ia menjawab; Murroh (pahit), Nabi berkata; duduklah! Kemudian ada lagi, Nabi pun bertanya; Siapa kamu? Ia menjawab; Harb (perang), Nabi berkata; Duduklah! Kemudian ada lagi, Nabi pun bertanya; Siapa kamu? Ia menjawab; Ya’iisy (Hidup), Nabi berkata; Perahlah!

Bahkan Rasulullah berkata;

وَلَا تُسَمِّيَنَّ غُلَامَكَ يَسَارًا، وَلَا رَبَاحًا، وَلَا نَجِيحًا، وَلَا أَفْلَحَ، فَإِنَّكَ تَقُولُ: أَثَمَّ هُوَ؟ فَلَا يَكُونُ فَيَقُولُ: لَا

Dan janganlah kalian menamai hamba sahaya (atau anak) kalian dengan nama Yasaar (Mudah), Rabaah (Untung), Najiih (Sukses) dan Aflah (Beruntung). Sebab apabila kamu bertanya, “Apakah dia ada?” Jika ternyata tidak ada maka akan dijawab, “Tidak ada.” (HR. Muslim)

Maksudnya ketika ditanya Apakah Yasar ada? Lalu dijawab “tidak”, maka seolah maknanya menjadi tidak ada kemudahan, dst.

Rasul juga mengubah nama daerah yang bernama ‘Ufrah (gersang) menjadi Khudlroh (hijau subur), ketika beliau lewat antara dua gunung Nabi bertanya nama dua gunung itu, sahabat berkata: Fadlih (yang membuka aib), dan Mukhzy (yang menghinakan), Rasul akhirnya menyingkir darinya. Dalam perang khaibar, Rasul sampai pada tempat yang punya jalan terpisah-pisah tapi sampai pada satu tujuan, Rasul berkata pada petunjuk jalan; sebutkan nama-nama jalan itu! Petunjuk jalan menyebut satu-persatu nama jalan; ini namanya Hazn (sedih), Rasul pun menolak melaluinya, Ia berkata lagi; ini namanya Syasy (rancu), Rasul pun menolak lagi, hingga sampai pada jalan yang namanya Marhab (keluasan), Rasul pun memilih untuk melaluinya.

Semua ini merupakan perwujudan dari firman Allah:

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.  (Al-Isro)

Dikarenakan ucapan baik mengantar pada perbuatan baik, maka bisa dikatakan kalau tanda orang baik adalah dari ucapannya. Karena itu Rasul Saw bersabda;

لَيْسَ المُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيءِ

“Bukanlah seorang mukmin yang sukan mencaci, suka melaknat, suka berkata keji atau kotor.” HR. Tirmidzi

Sebaliknya tanda orang jelek adalah dari ucapan buruknya, Rasul bersabda;

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Empat hal bila ada pada seseorang maka dia adalah seorang munafiq tulen, dan barangsiapa yang terdapat pada dirinya satu sifat dari empat hal tersebut maka pada dirinya terdapat sifat nifaq hingga dia meninggalkannya. Yaitu, jika diberi amanat dia khianat, jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika berseteru curang”. (Bukhari)

Wallahu ‘A’lam.

[1] Jamik Ulum wal Hikam

[2] Tafsir Al-Qurthuby

Related post

Tagged: , , , , , , , , ,

Leave a comment

What’s this?

You are currently reading Menjaga Lisan sebagai Kunci Pintu Kebaikan at Spirit Islam Inside.

meta